Separuh Lebih Tanah di Trenggalek Belum Bersertifikasi

Trenggalek - Badan Pertanahan Nasional (BPN) Trenggalek memastikan 50 persen lebih lahan di wilayahnya hingga hingga kini belum memiliki sertifikat tanah. Proses sertifikasi diprediksi baru akan selesai pada tahun 2024.

"Dua per tiga wilayah pegunungan, dataran hanya sepertiga, sedangkan yang terdaftar itu belum sampai 50 persen, jadi banyak yang belum bersertifikat," kata Kepala BPN Trenggalek, Damargalih Widhihastha.

Sebagian besar lahan yang telah bersertifikasi tersebut berada di kawasan perkotaan serta wilayah dengan pertumbuhan perekonomian yang bagus. Sedangkan kawasan pedesaan dan pegunungan sebagian besar belum mengurus sertifikat tanah.

Menurutnya, minimnya lahan yang bersertifikat ini diakibatkan oleh sejumlah faktor, salah satunya ada tingkat kesadaran masyarakat yang masih relatif rendah untuk mengurus surat hak atas kepemilikan ke BPN.

Damar menambahkan, untuk mempersepat proses pensertifikatan lahan tersebut pihaknya gencar melakukan sosialisasi serta menjalankan Program Pensertifikatan Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) dari pemerintah pusat.

"Tahun ini di Trenggalek ini mendapatkan alokasi PTSL sebanyak 14 ribu bidang tanah, dari jumlh tersebut saat ini yang sertifikatnya sudah jadi sebanyak 792 surat. Sedangkan sisanya masih proses dan ada yang tidak bisa diproses," jelasnya.

Dikatakan, dari alokasi 14 ribu bidang telah terpenuhi dari pengajuan yang disampaikan oleh masyarakat. Namun dalam prosesnya, BPN melakukan pemilahan menjadi empat kluster, mulai K1 hingga K4.

"Untuk K1 ini adalah tanah yang bisa terbit sertifikat, kemudian K2 adalah tanah yang berpotensi sengketa, ini tidak bisa terbit sertifikat, K3 adalah tidak memenuhi syarat untuk diproses karena misalnya, badan hukum atau datanya belum lengkap," imbuhnya.

Kepala BPN Trenggalek menambahkan, untuk kluster 4 adalah tanah yang sudah sertifikat, namun masih sertifikat lama. Sehingga nantinya akan dilakukan pemutakhiran model sertifikat dengan yang terbaru.

"Untuk kluster yang pertama itu seingat saya prosesntasenya sudah hampir 82 persen, sedankan sisanya terbagi di beberapa kluster tadi," kata Damargalih.

Dalam proses PTSL tersebut pihaknya sering menemukan sejumlah kendala yang terjadi di lapangan, diantaranya, rendahnya kesadaran masyarakat, serta belum lengkapnya data yang dibutuhkan.

Selain itu, persepatan pengurusan juga sering terhambat oleh kurang tanggapnya beberapa kelompok masyarakat yang menjadi perwakilan untuk mengurus proses sertifikasi lahan milik penduduk.

"Ketika menjalankan PTSL kami tidka berdiri sendiri, ada kelompok masyarakat yang bertugas mengkoorinir dan mengurus, kemudian pemerintah desa. Nah kalau kelompok ini tidak tanggap, maka prosesnya juga akan terhambat," jelasnya.

Sedangkan terkait dengan kelengkapan data, BPN beberapa kali mendapati catatan dokumen tanah berupa letter c yang ada di desa di pemerintahan desa tidak ada, sehingga petugas tidak bisa mengetahui secara cepat riwayat kepemilikan tanah.

"Kalau kami bisa lebih cepat mengetahui riwayat kepemilikan tanah, maka akan mempercepat proses, karena dokumen lengkap. Sedangkan apabila tidak ada kami harus menjalankan instrumen lain, termasuk mengumumkan ke khalayak selama 14 hari, ada yang komplain apa tidak," ujarnya.

Apabila dalam proses pengumuman tersebut muncul komplain atau klaim atas hak kepemilikan tanah yang akan disertifikasi, maka BPN tidak bisa melakukan proses lebih lanjut dan masuk pada K2

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »

Terima Kasih telah mampir di www.trenggalekkita.com, silakan untuk menuliskan komentar pada kolom di bawah ini. Penulisan komentar tidak boleh mengandung kata-kata kotor, SARA serta berbau pornografi. Kami juga tidak mengzinkan pencantuman link. EmoticonEmoticon