Trenggalek - Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Trenggalek megakui sebagian sekolah di wilayahnya melakukan pembatasan terhadap keberadaan pedagang kali lima di lingkungan pendidikan.
Sekretaris Disdikpora Trenggalek Sunyoto, bembatasan tersebut sengaja dilakukan sebagai salah satu upya perlindungan terhadap kesehatan dan keamanan anak-anak selama di sekolah. Sebagai gantinya masing-masing lembaga menyediakan kantin sehat dan ramah anak.
"Ini sebetulnya memang dilematis, karena disatu sisi kami berkewajiban untuk melindungi seluruh anak didik, tapi di sisi lain ada PKL yang mencari nafkah. Saat ini kami masih mencari solusi untuk menjadi jalan tengah," kata Sunyoto, Rabu (9/5/2018).
Menurutnya, kebijakan pembatasan PKL di lingkungan sekolah bukan bertujuan untuk mematikan usaha kecil dari masyarakat, namun lebih bertumpu perlindungan terhadap anak-anak sekolah.
"Saya rasa wajar ketika pihak sekolah memberikan imbauan kepada muridnya agar tidak jajan sembarangan, apalagi pedagang yang menjajakan dagangannya tidak dikenal oleh sekolah maupun siswanya," imbuh Sunyoto.
Menurutnya, salah satu yang melatarbelakangi pembatasan tersebut adalah belum adanya jaminan dari lembaga kesehatan maupun yang berwenang terjadap keamanan produk yang dijual, sehingga layak dikonsumsi oleh anak sekolah.
"Di sisi lain memang banyak diantara PKL itu yang kurang komunikasi dengan pihak sekolah, sehingga antara PKL dan lembaga pendidikan tidak saling kenal. Kalau ada apa-apa, misalkan terjadi keracunan, siapa tanggung jawab," jelas Sunyoto.
Orang nomor dua di dinas pendidikan ini mengaku telah menerima keluhan dari puluhan PKL yang biasanya berjualan di di sekolah. Para PKL meminta masing-masing sekolah memberikan keleluasaan agar mereka bisa berjualan dengan mudah di lembaga pendidikan.
"Nah terkait dengan dengan keluhan itu, saya sempat melontarkan ide misalkan mereka menitipkan dagangan di kantin bagaimana, tapi ada sebagian yang menolak. Namun intinya mereka siap bersama-sama untuk mengurus persyaratan atau semacam jaminan kesehatan kalau memang diwajibakan," imbuh Sunyoto.
Pihaknya mengaku, para PKL berencana akan membuat sebuah paguyuban pedagang serta membuat kartu identitas agar bisa menjalin kemitraan dengan sekolah. Sunyoto mengaku mendukung rencana PKL tersebut, karena akan mempermudah proses pendataan dan pembinaan.
"Sebetulnya kalau mereka terdata, maka akan lebih mudah, apakah untuk pembinaan atau yang lainnya. Bahkan kami berharap ini nanti ada sinergitas antara PKL dinas pendidikan dengan instani lain yang membidangi UMKM maupun perdagangan dan kesehatan," jelasnya.
Tidak menutup kemungkinan apabila terbentuk komunitas, instansi lain akan ikut turun tangan guna membantu berbagai produktifitas para PKL serta standarisasi pengolahan makanan.
"Kalau ada jaminan dari sisi keamanan makanannya saya rasa akan lebih mudah berjualan di lingkungan sekolah," kata Sunyoto.
Sementara itu dari hasil survey lapangan yag dilakukan, meskipun sebagian besar sekolah melakukan pembatasan, para PKL masih bisa dengan leluasa berjualan di depan lingkungan sekolah, bahkan beberapa bisa masuk ke lingkungan sekolah.
"Saya sudah keliling di beberapa sekolah, mereka (PKL) masih banyak yang jualan di sekitarnya bahkan ada juga yang masuk. Sebetulnya pembatasan itu juga tidak kaku, masih bisa dikumunikasikan. Yang paling penting keamanan dan perlindungan anak-anak," tegasnya.