Wakil Administratur Perhutani Sub Kesatuan Pemangkuan Hutan (SKPH) Kediri Selatan, Wahyu Dwi Hatmojo, Jumat mengatakan, dari puluhan kasus tersebut petugas Perhutani dan kepolisian hanya berhasil menangkap sembilan tersangka.
"Untuk kasus yang lain kami kehilangan jejak dan hanya barang bukti kayu yang kami dapatkan," katanya.
Menurutnya, aksi pencurian kayu hutan di Trenggalek sebagian besar terjadi di Kecamatan Dongko, Panggul dan Watulimo. Sampai saat ini jumlah kayu yang berhasil diamankan perhutani sebanyak 419 batang.
"Jenisnya bermacam-macam, mulai dari sengon, mahoni, jati, mindi serta durian. Jadi para komplotan maling kayu ini tidak hanya fokus pada jenis kayu tertentu, asalkan menguntungkan akan diambil," ujarnya.
Pria yang akrab disapa Wahyu ini menjelaskan, maraknya kasus "illegal logging" tersebut menyebabkan kerugian lebih dari Rp670 juta.
Lanjut dia, dari hasil inventarisasi puluhan kasus yang ada, sebagian tersangka yang berhasil ditangkap adalah warga sekitar hutan.
"Namun beberapa waktu yang lalu ada juga yang melakukan penebangan liar di daerah lain, seperti tersangka warga Pogalan, namun ternyata kayunya didapat dari Besuki Tulungagung," imbuh Wahyu.
Wakil ADM Perhutani Kediri selatan ini menambahkan, kejadian pencurian kayu hutan di Trenggalek biasanya dilakukan pada saat minim pengawasan dari petugas kepolisan maupun kehutanan.
"Seperti pada saat musimnya orang Jumatan, hampir bisa dipastikan saat-saat seperti itu sebgain petugas kami juga ikut beribadah," katanya.
Untuk meminimalisir maraknya kasus pencurian kayu hutan, pihaknya rutin melakukan patroli bersama dengan anggota kepolisian di masing-masing polsek.
Perhutani mengakui, petugasnya tidak bisa maksimal dalam melakukan pengawasan diseluruh kawasan hutan. Karena jumlah petugas tidak sebanding dengan luas area hutan.
"Di Trenggalek ini luas arena hutan yang berada dibawah pengawasan Perhutani sekitar 60 ribu hektare, hampir seluruh kawasan itu rawan pencurian," pungkasnya.
Powered by Telkomsel BlackBerry®