Trenggalek, 21/6 - Mantan Bupati Trenggalek, Jawa Timur, Soeharto, Jumat mangkir dari pemeriksaan kejaksaan sebagai saksi kasus dugaan korupsi akuisisi Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Bangkit Prima Sejahtera.
Jaksa penyidik, Kejari Trenggalek, Rdiawan S Angsar mengatakan, Soaharto batal menjalani lanjutan pemeriksaan di kejaksaan dengan alasan sakit.
"Sejak tadi saya juga menunggu beliaunya, tapi ternyata yang datang adalah surat keterangan dari dokter yang menyatakan bahwa Soeharto dalam keadaan sakit, kalau memang keadaanya begini kami tidak bisa memaksa," katanya.
Dalam surat yang ditandatangani dr Agus Dahana itu menerangkan, bahwa mantan Bupati Trenggalek dalam kondisi sakit dan membutuhkan istirahat selama empat hari, terhitung maulai Tanggal 21-24 Juni.
Terkait dengan hal tersebut, tim penyidik kejaksaan berencana membuat surat panggilan kepada Soharto untuk kembali mejalani pemeriksaan. Namun mengenai kepastian hari dan tanggalnya, Ridwan masih akan berkoordinasi dengan kasi pidana khusus.
"Keterangan ini kami perlukan karena bupati adalah orang yang memiliki peran penting terhadap proses akuisisi BPR itu, dia pasti akan dimintai persetujuan oleh SKPD terkait yang menangani," ujarnya.
Selain itu, dalam pemeriksaan sebelumnya, penyidik belum banyak menggali informasi dari mantan orang nomor satu di Pemkab Trenggalek itu.
"Yang kemarin lusa itu baru tujuh pertanyaan, dan itupun masih umum, apakah kenal dengan tersangka dan lain sebagainya," kata Ridwan.
Disinggung mengenai tersangka perkara dugaan korupsi akuisisi BPR Prima, pihaknya mengaku belum melakukan pemeriksaan. Pemeriksaan terhadap tersangka, mantan Asisten II Serta Trenggalek, Subro Muhsi Samsuri itu pernah dilakukan dalam tahap penyelidikan.
"Kalau sebagai saksi pernah, tapai setelah statusnya berubah menjadi tersangka belum kami lakukan pemeriksaan, kemungkinan nanti setelah saksi-saksi lain," imbuhnya.
Akuisisi BPR Prima (kini BPR Bangkit Prima Sejahtera) dilakukan sekitar tahun 2006, proses itu berlangsung secara bertahap hingga tahun 2009.
Melalui proses negosiasi dan taruk ulur yang panjang, BPR Prima akhirnya berhasil diakuisisi pemerintah daerah setempat dengan nilai total sekitar Rp2,3 miliar. Dalam kasus ini kejaksaan menduga telah terjadi tindak pidana korupsi yang merugikan keuangan negara Rp500 juta.