Recent Posts

Blangko Bahan KTP Elektronik di Trenggalek Kosong

Trenggalek - Sejak sepekan terakhir stok blangko atau bahan KTP elektronik di Trenggalek kosong. Untuk sementara pemohon diberikan biodata kependudukan. 


"Stok kosong itu sejak seminggu ini, di UPT Dispendukcapil Munjungan dan Panggul kemungkinan juga sama," kata Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dispendukcapil) Trenggalek Ririn Eko Utoyo, Senin (3/1/2025). 


Kekosongan blangko tersebut mengakibatkan terganggunya pelayanan kependudukan bagi masyarakat yang mengajukan permohonan KTP elektronik. Untuk sementara pemohon KTP mendapatkan surat berisi biodata pribadi. 


"Kami juga memfasilitasi untuk aktivasi aplikasi IKD (Identitas Kependudukan Digital). Fungsinya sama, bisa digunakan sebagai pengganti KTP elektronik untuk sementara waktu," jelasnya. 


Pihaknya tidak mengetahui secara pasti penyebab tersendatnya pengiriman blangko KTP dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Tersendatnya pengiriman terjadi sejak akhir 2024. 


"Biasanya itu kami sekali mengajukan ke pusat itu 6.000 lembar, cuma di Desember kemarin hanya dapat 1.000 lembar. Mungkin stoknya memang menipis dan baru dilakukan pengadaan di awal 2025 ini," jelasnya. 


Ririn menambahkan dari hasil komunikasi dengan Kemendagri, pasokan blangko KTP saat ini mulai dikirim dari. Pihaknya memperkirakan dalam pekan ini pelayanan KTP elektronik akan kembali normal. 


"Hari ini dikirim sekitar 6.000 lembar. Pengiriman dari Jakarta itu biasanya membutuhkan waktu sekitar tiga hari," kata Ririn. 


Dari data pelayanan di Dispendukcapil Trenggalek,  dalam sehari rata-rata menerbitkan 200 lembar KTP elektronik baru. "Tapi karena ada penumpukan jumlah pemohon dalam sepekan ini, ya yang pasti jumlah penerbitannya per hari akan naik," imbuhnya. 

Pentas DJ di Trenggalek Tuai Hujatan, Pihak EO Minta Maaf

 


Trenggalek - Pentas musik DJ yang digelar di Alun-alun Trenggalek pada 23 Desember 2024 menuai kontoversi dan hujatan di media sosial. Pihak Even Organizer (EO) pun menyampaikan permintaan maaf. 

Penampilan DJ tersebut merupakan bagian dari even Pesta Rakyat yang digelar untuk menyambut pergantian tahun. Namun, aksi para DJ perempuan yang berpakaian minim itu justru menjadi sorotan. 

Warganet banyak yang menilai, aksi DJ itu tidak senapas dengan budaya masyarakat Trenggalek, terlebih lokasi kegiatan berdekatan dengan tempat ibadah. 

"Acara yang seharusnya indoor jadi outdoor, sing genah ae to, itu banyak anak dibawah umur lo, miris. Secara tidak langsung di cekoki dugem," tulis akun @rinka_fadlXXX.

“Nek nggalek mengundang pakaian ngene iki endak banget min. Gak pantes. Kalau diluar negeri pakaian ngunu kui biasa, pamer kok udel, mbok yo di sesuaikan,” tulis akun Instagram @sairXXX. 

Terkait kontoversi itu pihak EO One Rich Vision mengaku tidak menyangka even tersebut akan menimbulkan pro kontra di media sosial. Sebab penampilan musik DJ berlangsung aman dan kondusif mulai awal hingga akhir. 

Meski demikian pihaknya menyadari terdapat beberapa penampilan DJ yang dinilai warganet kurang pantas. 

Direktur One rich vision, Lellyana Arine Kamiswari, mengatakan penampilan artis tersebut di luar kendali pihak EO. Meski demikian pihaknya menerima kritik dari masyarakat dan akan menjadi bahan evaluasi ke depan. Pihaknya pun meminta maaf kepada pemerintah daerah serta masyarakat. 

"Saya meminta maaf kepada Pemkab Trenggalek dan seluruh masyarakat Trenggalek untuk kejadian itu. Memang diluar kendali event organizer untuk ke depannya next event di alun alun Trenggalek akan menjadi bahan evaluasi kami, atas kejadian tersebut," ujarnya. 



Ekonomi Hijau : Pertanian Berkelanjutan Menuju Net Zero Carbon di Kabupaten Trenggalek

 

Oleh: Putu Aditya Ferdian Ariawantara

(Dosen Administrasi Publik, FISIP Universitas Airlangga)


Kabupaten Trenggalek memiliki luas wilayah 1.261,40 km², yang sebagian besar terdiri dari lahan hutan dan pertanian. Dengan 48,31% dari total luas wilayah adalah hutan negara, Trenggalek memiliki potensi besar untuk mengembangkan sektor ekonomi yang berbasis pada sumber daya alam yang berkelanjutan. Di sisi lain, lahan pertanian yang hanya mencapai 9,6% menunjukkan bahwa masih banyak ruang untuk peningkatan produktivitas pertanian dengan menerapkan praktik berkelanjutan. Pengembangan ekonomi hijau di Trenggalek tidak hanya akan meningkatkan pendapatan masyarakat, tetapi juga melestarikan lingkungan. Usaha pertanian yang ramah lingkungan, seperti agroforestri dan pertanian organik, bisa menjadi solusi yang menguntungkan bagi petani lokal. Namun, untuk mencapai potensi ini, diperlukan upaya bersama dari semua pihak, termasuk pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta. 

Ekonomi hijau adalah suatu pendekatan pembangunan yang bertujuan untuk mencapai kesejahteraan manusia dan keadilan sosial sambil mengurangi risiko terhadap lingkungan dan kelangkaan sumber daya alam. Dalam definisi yang lebih spesifik, ekonomi hijau dapat diartikan sebagai ekonomi yang meningkatkan kesejahteraan manusia dan kesetaraan sosial sambil mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan, serta mengelola risiko sumber daya alam secara berkelanjutan (UNEP, 2011). Konsep ini berfokus pada penciptaan nilai ekonomi yang tidak hanya mengandalkan pertumbuhan produk domestik bruto (PDB), tetapi juga mempertimbangkan nilai-nilai lingkungan dan sosial yang berkelanjutan. Selain itu, ekonomi hijau juga mendorong penggunaan energi terbarukan dan praktik pertanian berkelanjutan yang dapat membantu mengurangi jejak karbon serta melindungi keanekaragaman hayati (Bowen & Kuralbayeva, 2015). Dengan demikian, ekonomi hijau bertujuan untuk menciptakan sistem ekonomi yang harmonis dengan alam, memberikan manfaat ekonomi yang merata, dan memastikan sumber daya alam dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan untuk generasi mendatang. 

Tantangan dalam implementasi ekonomi hijau dan pertanian berkelanjutan di Kabupaten Trenggalek sangat kompleks dan melibatkan berbagai aspek, diantaranya adalah 1). Kurangnya kesadaran dan pemahaman masyarakat mengenai pentingnya ekonomi hijau dan praktik pertanian berkelanjutan. Banyak petani yang masih mengandalkan metode pertanian konvensional yang kurang efisien dan berpotensi merusak lingkungan. Untuk mengatasi hal tersebut maka dibutuhkan edukasi dan sosialisasi mengenai manfaat pertanian berkelanjutan sangat penting untuk merubah pola pikir masyarakat agar lebih terbuka terhadap inovasi dalam bidang pertanian; 2). Banyak petani di Trenggalek yang menghadapi kesulitan dalam mendapatkan akses ke modal untuk berinvestasi dalam teknologi baru. Keterbatasan finansial ini menghalangi mereka untuk beralih dari praktik pertanian tradisional ke metode yang lebih ramah lingkungan. Selain itu, akses terhadap teknologi pertanian modern yang sesuai dengan prinsip ekonomi hijau juga masih terbatas, sehingga petani tidak dapat memaksimalkan potensi hasil pertanian mereka; 3). Perubahan iklim menjadi tantangan global yang juga dirasakan di Trenggalek. Pola cuaca yang tidak menentu dapat mempengaruhi waktu tanam dan hasil panen, yang pada gilirannya dapat mengancam ketahanan pangan. Petani perlu dilengkapi dengan pengetahuan dan teknologi untuk beradaptasi terhadap perubahan iklim, termasuk penggunaan varietas tanaman yang lebih tahan terhadap kondisi ekstrem.

Pertanian Berkelanjutan dan Net Zero Carbon

Salah satu kritik utama selama ini terhadap pemerintah selama ini adalah kurangnya rencana yang jelas dan terperinci untuk mencapai target net zero carbon. Meskipun telah ada pernyataan komitmen, banyak pihak merasa bahwa pemerintah belum menyediakan langkah-langkah konkret atau roadmap yang terukur untuk mengimplementasikan kebijakan tersebut. Tanpa rencana yang jelas, petani dan pelaku usaha tidak memiliki pedoman yang tepat untuk beradaptasi dengan praktik pertanian berkelanjutan yang sejalan dengan target pengurangan emisi.

Berbeda halnya di kawasan pedesaan, praktik pertanian berkelanjutan di Trenggalek berorientasi pada pemeliharaan ekosistem dan pengurangan dampak negatif terhadap lingkungan. Misalnya, penggunaan pupuk organik yang dihasilkan dari limbah pertanian dan ternak tidak hanya meningkatkan kesuburan tanah, tetapi juga mengurangi ketergantungan pada pupuk kimia yang dapat berkontribusi terhadap pencemaran dan emisi gas rumah kaca. Selain itu, petani di Trenggalek mulai beralih ke teknik pertanian konservasi, seperti penanaman tanaman penutup dan rotasi tanaman, yang dapat meningkatkan kesehatan tanah dan mengurangi erosi. Praktik-praktik ini tidak hanya bermanfaat bagi produktivitas pertanian, tetapi juga berkontribusi pada penyerapan karbon di dalam tanah, sehingga membantu mengurangi jejak karbon. 

Hubungan antara pertanian berkelanjutan di Trenggalek dan pencapaian net zero carbon sangat erat. Pertanian berkelanjutan berpotensi mengurangi emisi karbon yang dihasilkan dari aktivitas pertanian itu sendiri, serta dari rantai pasoknya. Dengan menerapkan teknik pertanian yang efisien dan ramah lingkungan, Trenggalek dapat mengurangi emisi yang berasal dari penggunaan bahan bakar fosil, pupuk kimia, dan pestisida. Selain itu, pengelolaan limbah pertanian yang baik, seperti komposting dan pemanfaatan biogas, juga dapat mengurangi emisi metana, salah satu gas rumah kaca yang paling berbahaya. Dengan demikian, pertanian berkelanjutan di Trenggalek berkontribusi pada pengurangan emisi karbon secara langsung. Salah satu best practice lain yang ada di Trenggalek adalah dengan mengembangkan sistem pertanian hemat air di lahan kering untuk mengantisipasi perubahan iklim yang tidak menentu selama beberapa tahun terakhir. Untuk membuat sawah hemat air tersebut, pertama adalah menggali tanah sedalam 50 cm. Tanah galian itu kemudian diberikan lembaran plastik UV, yang diharapkan bisa bertahan 8 -10 tahun. Kemudian, bekas galian itu kemudian dicampur dengan pupuk organik dan ditimbun. Setelah itu diberikan aliran air dan dilakukan penanaman.

Di sisi lain, keberhasilan implementasi pertanian berkelanjutan di Trenggalek juga bergantung pada dukungan kebijakan dari Pemerintah Kabupaten Trenggalek dan partisipasi masyarakat. Program-program yang mendukung petani dalam menerapkan praktik pertanian berkelanjutan, seperti pelatihan, dan bantuan pupuk organik, sangat penting untuk memastikan bahwa petani dapat bertransisi dari praktik konvensional yang lebih berpolusi. Selain itu, pemerintah juga perlu mendorong penelitian dan pengembangan teknologi pertanian yang inovatif untuk meningkatkan efisiensi dan mengurangi dampak lingkungan.


Peran Kepemimpinan dalam Mendorong Ekonomi Hijau

Kepemimpinan yang efektif sangat penting dalam mewujudkan ekonomi hijau, terutama di daerah yang memiliki potensi sumber daya alam yang melimpah seperti Kabupaten Trenggalek. Ekonomi hijau tidak hanya berfokus pada pertumbuhan ekonomi, tetapi juga pada keberlanjutan lingkungan dan peningkatan kualitas hidup masyarakat. Dalam konteks ini, peran kepemimpinan menjadi kunci untuk mengatasi tantangan yang ada dan untuk mendorong implementasi praktik berkelanjutan di berbagai sektor, terutama pertanian. Beberapa peran kepemimpinan untuk mendukung ekonomi hijau dan pertanian berkelanjutan seperti : 1). Kepemimpinan yang baik dimulai dengan visi yang jelas dan strategis. Dalam konteks ekonomi hijau, pemimpin harus memiliki pemahaman mendalam tentang pentingnya keberlanjutan ekologis dan social; 2). Sebuah studi oleh Agyeman et al. (2003) mengungkapkan bahwa kepemimpinan yang visioner dapat menciptakan kesadaran kolektif tentang isu-isu lingkungan dan sosial, yang pada gilirannya dapat memandu tindakan untuk mencapai tujuan ekonomi hijau. Kepemimpinan yang efektif juga melibatkan penguatan kebijakan dan regulasi untuk mendukung ekonomi hijau. Pemimpin harus mampu menciptakan kerangka hukum yang mendukung praktik berkelanjutan; 3). Menurut sebuah penelitian oleh Hodge (2015), kebijakan yang mendukung pengembangan ekonomi hijau harus mencakup insentif bagi perusahaan dan individu yang berinvestasi dalam teknologi ramah lingkungan. Di Kabupaten Trenggalek, hal ini bisa diterapkan melalui insentif bagi para petani yang beralih ke praktik pertanian organik atau penggunaan energi terbarukan dalam proses produksi mereka; dan 4). Kepemimpinan yang sukses dalam mendorong ekonomi hijau memerlukan kolaborasi antara berbagai sektor, termasuk pemerintah, swasta, dan masyarakat. Menurut sebuah studi oleh Leal Filho (2015), kolaborasi lintas sektor dapat menciptakan sinergi yang memperkuat inisiatif ekonomi hijau. Di Kabupaten Trenggalek, pemimpin dapat memfasilitasi kemitraan antara pemerintah daerah, perusahaan swasta, dan organisasi masyarakat sipil untuk mengembangkan proyek-proyek yang mendukung ekonomi hijau, seperti pengembangan energi terbarukan, pengelolaan limbah, dan praktik pertanian berkelanjutan. 

Peran kepemimpinan dalam mendorong ekonomi hijau di Kabupaten Trenggalek sangat krusial. Dengan visi yang jelas, penguatan kebijakan, edukasi masyarakat, pemberdayaan, kolaborasi antar sektor, inovasi teknologi, serta sistem monitoring yang efektif, pemimpin dapat menciptakan perubahan yang signifikan untuk mencapai keberlanjutan. Melalui langkah-langkah ini, Kabupaten Trenggalek tidak hanya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat, tetapi juga melestarikan lingkungan untuk generasi mendatang. Oleh sebab itu untuk mengimplementasikan ekonomi hijau dan pertanian berkelanjutan salah satu kuncinya adalah dengan kepemimpinan yang baik dan visioner.

Pentingnya Mengatasi ‘Blind Spot’ Pemerintah Pusat pada Daerah dalam Mencegah Penyusutan Kelas Menengah

 

Oleh: 

Febby R. Widjayanto

(Dosen FISIP Universitas Airlangga)

Jumlah kelas menengah terus menurun dalam lima tahun terakhir. Laporan dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan jumlah kelas menengah yang semula jumlahnya 57,33 juta orang di tahun 2019 merosot menjadi 47,85 juta di tahun 2024. Data yang dihimpun dari Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia juga mengkhawatirkan, yakni hitungan kelas menengah yang turun telah mencapai lebih dari 8,5 juta orang semenjak tahun 2018. Artinya, jutaan orang kini hidup dengan penghasilan yang pas-pasan di mana sebagian dari mereka turun kasta menjadi kelompok calon menengah, sedangkan yang lain masuk kembali pada golongan kelompok miskin.

Kelompok kelas menengah sendiri lebih banyak bermukim di wilayah perkotaan. menurut data dari Badan Pusat Statistik di tahun 2024, sebanyak 72,89 persen kelas menengah bertempat tinggal di kawasan perkotaan, sedangkan kelompok masyarakat yang tergolong menuju kelas menengah (aspiring middle class) berjumlah 58,68 persen. Sekalipun demikian, ini juga berarti bahwa bila kelompok tersebut terus mengalami tren penurunan secara jumlah, maka pertambahan penduduk yang disebut sebagai kaum miskin kota pun juga meningkat. Hal ini yang luput disadari oleh pemerintah betapa krusialnya mencegah semakin memburuknya kemerosotan jumlah kelas menengah.

Selama ini pemerintah memang memiliki target untuk mengembalikan kelas menengah dengan rencana-rencana besar seperti industrialisasi sektor-sektor padat karya dan modal. Kendati demikian, ini bukanlah pekerjaan yang mudah karena penumbuhan kembali industri-industri ini memerlukan penanaman modal yang sangat besar dan ini tidak bisa dilakukan dengan hanya mengandalkan sepenuhnya investasi dari dalam negeri, melainkan juga perlu menarik investasi luar negeri. Problemnya, investasi asing ke depan terkendala rintangan akibat memburuknya Indeks Persepsi Korupsi. Skor IPK terus stagnan dari tahun 2022 hingga 2024 yang menandakan absennya usaha yang signifikan dari pemerintah untuk memberantas korupsi. Rendahnya skor ini tentu berpengaruh langsung pada tingkat kepercayaan investor pada tata kelola perizinan, keamanan, serta keberlanjutan berbisnis di Indonesia. Dengan kata lain, apabila ini belum dapat segera terealisasi, maka pemerintah mesti menyiapkan langkah kontingensi sembari secara paralel mengatasi rintangan tersebut.

Lain halnya dengan kelas menengah di perdesaan yang selama ini justru kurang diperhatikan optimalisasinya. Pusat Kebijakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Kementerian Keuangan (2020) justru mencatat hal yang sedikit berbeda. Masyarakat kelas menengah di perdesaan bertumbuh meskipun secara perlahan. Hingga tahun 2018 misalnya, kelas menengah perdesaan tumbuh cukup signifikan hingga mencapai 61 persen dengan kategori lower middle income dan tren ini terus berlanjut hingga sebagian bertransisi menjadi kelompok berpenghasilan middle-middle. 

Karakteristik kelas menengah desa juga kian beragam. Bila sebelumnya kelas menengahnya ialah para elit, bangsawan, dan tuan tanah, dengan adanya pemerataan pendidikan dan akses terhadap informasi kini memunculkan kelas menengah yang berasal dari golongan bawah dan meningkat taraf hidupnya karena adanya peningkatan pendapatan. Sehingga bagi mereka yang mampu memiliki pekerjaan dengan penghasilan yang baik atau memiliki kemampuan berwirausaha juga menjadi penyusun komposisi kelas menengah perdesaan.

Kabupaten Trenggalek menjadi contoh yang menarik dari bagaimana daerah yang memiliki masyarakat miskin, namun mampu menyiapkan tumbuhnya kelas menengah perdesaan dengan pendekatan multi-lini. Dengan sumber daya daerah yang dimiliki, penyiapan terbentuknya kelas menengah terlihat dari upaya-upaya ‘tweaking the policy’ seperti menumbuhkan 5,000 pengusaha perempuan, pemberian kredit tanpa agunan bagi UMKM seperti pedagang pasar dan pelaku wirausaha yang baru merintis usahanya. Selain itu, paket kebijakan lelang investasi serta kemudahan perizinan yang dilengkapi dengan adanya insentif-insentif juga bisa dinikmati secara inklusif seperti misalnya mereka kelompok difabel.

Dari upaya ini, Pemerintah Kabupaten menorehkan hasil yang cukup positif. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Kabupaten Trenggalek mencapai 4,52 persen di tahun 2023, dan 3,90 persen di tahun 2024 berdasarkan statistik dari BPS yang telah diperbarui pada tahun 2024. Angka ini jauh lebih rendah dari TPT Provinsi Jawa Timur yang juga dicatat oleh Badan Pusat Statistik di tahun 2023 sebesar 4,88 persen. Selain itu, sumber yang sama juga menyebutkan jika Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) pada tahun 2023 mengalami penurunan dibandingkan tahun 2022, yakni dari 1,38 menjadi 1,26. Sedangkan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) pun juga turun di tahun 2023 dari sebelumnya tahun 2022 dengan angka 0,21 dari sebelumnya 0,28. Hasil ini menjadi bukti bahwa pemerintah daerah yang mampu mengerahkan upaya dan sumber daya untuk mengatasi kemiskinan dalam rangka memperbesar kelas menengah perdesaan perlu digandeng pemerintah pusat untuk mengembangkan best practice.

Persoalannya, menjaga keberlangsungan kelas menengah perdesaan dalam jangka panjang tidak bisa hanya diserahkan pada pemerintah daerah semata. Jika pemerintah daerah telah mengambil peran yang signifikan dalam penyiapan serta pembentukan awal generasi-generasi kelas menengah, maka proses selanjutnya memerlukan kerjasama dan kolaborasi antara pemerintah pusat dan daerah. Dengan adanya 48 Kementerian dan Lembaga di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo, Ada dua hal yang perlu menjadi catatan penting. 

Pertama, dengan berubahnya jumlah nomenklatur Kementerian dan Lembaga, pemerintah pusat perlu dengan sangat hati-hati memperhitungkan sinkronisasi kerja dengan pemerintah daerah terutama bila ini berkaitan dengan penambahan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) seperti Dinas dan Unit Pelaksana Teknis (UPT). Bertambahnya anggaran pembiayaan untuk pembentukan OPD baru akan berkonsekuensi pada pengurangan anggaran untuk program sosial dan kesejahteraan termasuk pengentasan kemiskinan. Oleh karena itu, pemerintah pusat perlu dengan sangat cermat mengoordinasi pekerjaan dengan pemerintah daerah namun tanpa membebani penggunaan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Ini dapat dilakukan misalnya tanpa perlu menambah OPD karena pada dasarnya tugas dan fungsi sudah bisa tercakup oleh OPD yang ada dan menyesuaikan kondisi masing-masing daerah.

Kedua, pemerintah pusat dapat menyesuaikan jumlah transfer daerah melalui mekanisme yang berorientasi pada capaian kinerja. Bila capaian pengentasan kemiskinan dan penumbuhan kelas menengah pada sebuah daerah tergolong baik, maka transfer daerah dapat ditambah untuk keperluan pemeliharaan kelas menengah misalnya untuk memperbaiki transportasi umum atau pembayaran program-program inovatif yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Trenggalek seperti memberikan insentif finansial bagi mereka yang dapat menjaga kesehatannya dengan baik. Dengan kata lain, transfer daerah ini dapat digunakan untuk membiayai kreasi program penumbuhan kelas menengah seperti misalnya pelatihan kerja dan penambahan kompetensi bagi generasi muda. Pemerintah pusat juga sesungguhnya memiliki kewajiban moral untuk memberikan penghargaan bagi daerah yang mampu menyumbang pertumbuhan kelas menengah. Sebab, dengan adanya mekanisme demikian, ini dapat memacu daerah untuk semakin termotivasi meningkatkan daya saing sumber daya manusia mereka dari segi ekonomi.

Daerah menjadi ujung tombak dan sangat penting bagi pemerintah pusat untuk terus dilibatkan secara partisipatif untuk diakomodir kepentingan daerahnya dalam kerangka pembangunan nasional, utamanya dalam hal menjaga kelas menengah. Hal ketiga berkaitan dengan penegasan komitmen anti-korupsi pemerintah. Keseriusan dalam memberantas korupsi dari pemerintah pusat juga menjadi teladan yang perlu ditegakkan untuk memberikan arahan serta menegaskan sinergi antara pemerintah pusat agar kebijakannya patut diikuti oleh daerah. Pemberantasan korupsi menjadi hal nyata yang harus diatasi untuk mengembalikan kepercayaan investor. Artinya, pemerintah daerah melakukan kerja sesuai dengan porsinya untuk menciptakan kelas menengah perdesaan, sedangkan di saat yang sama pemerintah pusat juga harus berupaya keras untuk kembali melakukan industrialisasi dengan merealisasikan pemberantasan korupsi sebagai langkah pertama dan yang paling utama untuk memberikan jaminan pada investasi. Ini juga harus dilakukan untuk secara serius menjaga kontinuitas kelas menengah agar tidak semakin terpuruk.

Menjawab Lemahnya Visi Pertanian Berkelanjutan Pusat Melalui Pertanian Daerah Berbasis Lingkungan

 

Oleh:

Irfa’i Afham

(Dosen FISIP Universitas Airlangga)


Pelestarian lingkungan merupakan salah satu wacana yang terus naik di tingkat nasional Indonesia maupun global. Salah satu topik yang menjadi sorotan global adalah masalah deforestasi. Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan luas deforestasi (netto) Indonesia tahun 2021-2022 adalah seluas 104 ribu ha. Sementara deforestasi bruto nasional adalah seluas 119,4 ribu ha dikurangi reforestasi sebesar 15,4 ribu ha. Faktor utama penyebab deforestasi diantaranya adalah perkebunan milik rakyat dan perusahaan, penebangan ilegal, kebakaran hutan, pengembangan infrastruktur, dan perluasan areal pertanian. Secara umum kerusakan hutan berdampak langsung pada kehilangan keanekaragaman hayati dan peningkatan emisi karbon. Pada jangka panjang kerusakan ekosistem lingkungan berdampak pada kerusakan perekonomian komunitas lokal. Upaya-upaya pembangunan ramah lingkungan yang bersifat top-down sulit untuk mencapai hasil maksimal tanpa keterlibatan aktif entitas sosial dan politik lokal. Pertanyaan kemudian muncul terkait bagaimana membangun basis agenda politik lingkungan yang mampu bersinergi dengan perekonomian daerah yang didominasi oleh sektor pertanian.


Pada tingkat nasional, wacana Pertanian Berkelanjutan dikeluarkan oleh kementerian pertanian pada tahun 2022. Akan tetapi fokus pemerintah pusat, khususnya Kementerian Pertanian masih belum jelas dan tidak menemui kesuksesan. Ini terlihat dari pengelolaan dan pengintegrasian beragam aktor yang ada. Kebijakan nasional ini tidak menunjukkan hasil empiris dalam mengatasi kemiskinan dari sektor agraris. Di sisi lain, wacana lingkungan melalui Sustainable Development Goals (SDGs) yang mendukung agenda lingkungan dalam wacana ini belum diterjemahkan dengan baik oleh pemerintah pusat. 


Salah satu contoh nyata dapat diambil melalui sentralisasi perencanaan food estate nasional yang kacau dan gagal menuai panen yang memuaskan misalnya di Kalimantan dan Papua. Tidak sedikit di berbagai daerah, implementasi kebijakan food estate nasional tidak tepat guna pada urusan lahan. Hal ini tidak hanya merugikan secara ekonomis bagi para petani, tetapi juga memiliki dampak destruktif pada lingkungan secara jangka pendek dan panjang. Keputusan pemerintahan baru Prabowo Subianto dalam melanjutkan agenda ini perlu dikritisi. Penguatan sektor pertanian perlu dilakukan secara bottom-up dengan pemerintah daerah sebagai aktor kunci.


Langkah Kabupaten Trenggalek dalam mengharmonisasi pembangunan khususnya di sektor pertanian patut diapresiasi. Berdasarkan ekosistem alami yang telah ada, sektor pertanian Trenggalek memiliki potensi sangat besar untuk mengembangkan perekonomian ramah lingkungan. Pada dasarnya wacana ini harus dikaitkan secara langsung dengan upaya peningkatan kesejahteraan petani dan para pekerja di sektor pertanian lainnya. Sektor pertanian Trenggalek memiliki posisi yang sangat penting sebagai sektor ekonomi rakyat. Sektor Pertanian bersama Kehutanan, dan Perikanan  merepresentasikan 25,98 persen pertumbuhan ekonomi daerah ini, kemudian disusul oleh sektor Industri Pengolahan sebesar 18,51 persen. Di Trenggalek, para petani secara umum berfokus di beberapa komoditas diantaranya padi, jagung, dan hortikultura. Sektor pertanian sangat penting untuk dimajukan karena telah memiliki potensi yang sangat besar dan memiliki ikatan yang sangat kuat secara sosio-kultural dengan Rakyat Trenggalek.


Kabupaten Trenggalek di bawah kepemimpinan Bupati Mochamad Nur Arifin dan Syah Muhammad Natanegara berani menargetkan Net Zero Emisson di 2045. Langkah ini perlu dicermati secara positif sebagai upaya nyata pembangunan daerah berbasis lingkungan yang pada jangka panjang akan memperkuat realisasi agenda-agenda Sustainable Development Goals (SDGs) di Indonesia. Beberapa agenda pro lingkungan dalam SDGs diantaranya, Goal 6: Clean Water and Sanitation, Goal 7: Affordable and Clean Energy, Goal 11: Sustainable Cities and Communities, Goal 14: Life Below Water, dan Partnerships for the Goals (mendorong kerjasama global untuk mencapai environmental sustainability). Namun demikian, agenda ini tentu tidak akan bisa dicapai hanya melalui proses politik sentralistis pemerintah pusat yang berbasis di Ibukota, mengingat luasnya wilayah Indonesia.


Langkah awal Kabupaten Trenggalek Patut diapresiasi. Trenggalek menautkan berbagai aktor mulai dari praktisi hingga akademisi untuk memberikan pertimbangan dan menjadi aktor utama secara sinergis untuk mencapai Net Zero Carbon. Trenggalek mendorong beberapa upaya rintisan diantaranya penggunaan sepeda, penggunaan Renewable Energy, peningkatan energi hijau, skema fiskal berupa carbon trading, pembangunan kebun raya bambu di Kecamatan bendungan, dan penghijauan melalui penanaman mangrove. Melalui kepemimpinan Bupati Arifin, Trenggalek mewacanakan pertanian yang mempertimbangkan Net Zero Carbon dan wacana ini sangat penting. Agenda rintisan ini diwujudkan misalkan dalam bentuk promosi dan perluasan penggunaan pupuk organik dan promosi penggunaan metode lahan hemat air untuk pertanian.


Pada dasarnya Agenda ini tidaklah instan karena pada akhirnya akan melibatkan banyak aktor dan sumber daya untuk implementasi yang lebih luas dan besar, meski demikian langkah tersebut perlu diapresiasi dan menjadi contoh daerah-daerah lainnya. Keterbatasan sumber daya daerah bukanlah halangan, karena inti dari politik pembangunan adalah merealisasikan keadilan ekonomi dan kesejahteraan rakyat. Dengan mencakup sektor pertanian, politik lingkungan berbasis daerah akan menemukan nyawanya karena di situ akan menyangkut langsung kehendak umum rakyat Trenggalek yang didominasi oleh sektor agraris.


Sektor pertanian berbasis lingkungan akan lebih berdampak positif terhadap keberpihakan terhadap ekonomi rakyat dan peningkatan signifikansi agenda politik lingkungan secara bottom-up dibandingkan sektor ekstraktif seperti pertambangan dan pengeboran minyak yang tata kelolanya jauh dari aktor lokal terlebih setelah diadopsinya UU no. 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara Minerba. Selain itu sektor-sektor ekstraktif juga sulit untuk memunculkan dampak langsung pada perekonomian rakyat. Sektor pertanian telah memiliki akarnya pada rakyat Trenggalek. 


Pada langkah lebih lanjut, konsolidasi untuk mendorong UMKM dan industri pengolahan akan sangat diperlukan guna menunjang pertanian. Pemerintah daerah tidak mungkin merealisasikannya sendiri. Selain petani dan pekerja di sektor pertanian, sektor swasta dapat memainkan peran krusial. Akan tetapi, Pemerintah harus mampu menyatukan berbagai visi dan agenda dengan berbagai aktor untuk merealisasikan perekonomian Net Zero Carbon berbasis pertanian. Selain itu, relasi baik antara pemerintah dan akademisi di lingkungan kampus akan sangat fundamental dalam menelurkan beragam inovasi kebijakan pertanian yang ramah lingkungan.


Pelibatan beragam aktor akan dapat memecahkan pula berbagai rintangan yang mungkin terus muncul. Strategi pembangunan ekonomi ini dapat menjadi jawaban atas tantangan pembangunan top-down pada perekonomian daerah yang menitikberatkan pada kelestarian lingkungan. Pelibatan aktif petani dalam inovasi ini akan meningkatkan signifikansi wacana ini. Peningkatan nilai tambah pertanian ramah lingkungan, tentu tidak hanya meningkatkan kesejahteraan petani dan para pekerja di sektor pertanian, tetapi juga akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah secara luas. 


Selain itu, sektor ekonomi rakyat ini dapat menjadi tulang punggung dalam mengatasi masalah kemiskinan dan ketersediaan nutrisi untuk rakyat. Pada tataran nasional akan menjawab masalah kelangkaan kebutuhan pangan dan berbagai potensi resiko yang mungkin muncul. Langkah ini akan membutuhkan penyusunan dan implementasi manajemen resiko pembangunan pertanian yang terencana. Penguatan pembangunan pertanian Trenggalek ini dengan berbasis pada lingkungan akan memberikan manfaat jangka panjang dan menjaga alam terus lestari. 

***