PENYU DI TAMAN KILI-KILI TRENGGALEK

pp
Tukik di penangkaran
Kabupaten Trenggalek terkenal akan potensi wisata alam yang menarik, bentangan pantai dari ujung timur Kecamatan Watulimo hingga ujung barat Kecamatan Panggul menyimpan simpul-simpul pesona yang memikat wisatawan. Diantara beberapa potensi tersebut terdapat satu destinasi wisata baru di Desa Wonocoyo Kecamatan Panggul yang berbeda dibanding lainnya , yakni tempat penangkaran penyu, Taman Kili-kili.

Untuk menuju lokasi tersebut, wisatawan harus menempuh perjalanan 54 kilometer dari pusat ibu kota Kabupaten Trenggalek. Dengan panorama alam yang indah serta kawasan pantai yang banyak ditumbuhi pohon pandan akan semakin menambah kenyamanan saat berlibur.

Di pantai tersebut sejak puluhan tahun lalu menjadi lokasi pendaratan penyu-penyu langka untuk bertelur atau yang lebih dikenal oleh masyarakat sekitar dengan nama pasiran. Beberapa jenis penyu yang sering mendarat di kawasan taman kili-kili adalah Penyu Hijau (chelonia mydas), penyu sisik atau hawksbill turtle ( eretmochelys imbricata ) dan penyu blimbing dikenal dengan nama latin “dermochelys olivacea”. Dari ketiga jenis tersebut penyu blimbing memiliki ukuran paling besar, dengan berat bisa mencapai lebih dari 1 kwintal.

Untuk melestarikan hewan dilindungi tersebut, warga sekitar yang tergabung dalam kelompok pengawas masyarakat (pokwasmas) melakukan upaya konservasi dengan menangkarkan telur penyu di tempat khusus. Dilokasi Itulah masyarakat serta wisatawan bisa melihat secara langsung proses pemeliaraan tukik (anak penyu) sekaligus mengenali lebih dekat hewan yang masuk dalam keluarga kura-kura ini.

Ketua kelompok pokwasmas, Ari Gunawan mengatakan, usaha konservasi penyu tersebut digagas sejak dua tahun yang lalu, dalam setahun ia dan kawan-kawannya berhasil menyelamatkan dan melepas lebih dari 2000 tukik ke laut bebas.

Ari menjelaskan, penyu adalah hewan laut yang bisa hidup hingga puluhan tahun, namun proses pembiakannya membutuhkan waktu yang lama dan rentan terhadap kematian serta perburuan liar. "Kemungkinan yang bisa bertahan sampai bertelur itu hanya tiga persen, kemudian penyu itu bertelur dan pertama kali bertelur itu pada usia 30 tahun, karena inilah kami melakukan upaya penyelamatan" ujar Ari.

Kata dia, pada saat musim bertelur, anggota pokwasmas secara rutin melakukan pemantauan , karena dalam sehari terdapat dua hingga empat induk penyu yang naik ke darat. Penyu tersebut biasanya bertelur pada malam hari.  Setelah memastikan keberadaannya, keesokan hari kelompok penyelamat ini melakukan penyisiran di tepi pantai dan mengambil telur-telur untuk di tangkarkan.

"Kalau orang awam mungkin tidak tahu titik-titik yang dipakai bertelur, tapi kami yang sudah lama bersinggungan langsung dengan penyu sudah hafal dimana telur-telur itu berada," katanya.

Lebih lanjut Ari mengungkapkan, musim bertelur penyu biasanya terjadi pada bulan Maret hingga Agustus, diperkirakan jumlah penyu yang mendarat setiap tahun akan terus bertambah seiring dengan upaya konservasi yang mereka lakukan. "Dulu itu anggota kami ini setiap hari berburu penyu tapi bukan untuk di konservasi melainkan untuk dibantai dan dijual telur serta dagingnya. Namun setelah tahu bahwa hewan ini dilindungi akhirnya kami sepakat untuk melakukan penyelamatan, dulu predatornya manusia sekarang sudah tidak lagi," ceritanya.

Ia menceritakan, beberapa tahun yang lalu sebelum kelompok pelestasi penyu terbentuk, nelayan setempat pernah menangkap sejumlah penyu yang berkategori sangat langka, bahkaan masyarakat juga pernah membantai penyu blimbing yang diperkirakan sebesarnya sama dengan mobil "carry".

Upaya pelestarian penyu tersebut kini mulai berbuah manis, taman kili-kili yang sebelumnya sering dipakai untuk pacaran, kini mulai ramai dikunjungi wisatawan lokal Trenggalek maupun dari luar kota. Bahkan sejumlah pelajar serta mahasiswa juga mendatangi taman kili-kili untuk belajar tentang konservasi hewan berbatok ini.

Pemkab Trenggalek juga mulai memperhatikan geliat potrensi wisata baru ini. kepala Bagian Humas dan Protokol , Yuli Priyanto mengatakan, pemerintah kabupaten telah membangunkan pos pemantau di kawasan pantai di Desa Wonocoyo tersebut. Menurutnya taman kili-kili akan terus dikembangkan sebagai obyek wisata sekaligus sarana pembelajaran masyaraat.

"Penyu itu adalah salah satu hewan yang unik, ketika menetas di lokasi tertentu, maka tiga sudah dewasa dan hendak bertelur maka akan kembali ke tempat dimana dia dilahirkan," ujarnya.

Salah satu pengunjung taman kili-kili, Habib Guzaeni mengaku penasaran dengan keberadaan tempat konservasi tersebut. Di lokasi tersebut ia beserta anak -istrinya bisa melihat dan memegang secara langsung hewan laut yang dilindungi itu.

Pengunjung : Aeya sedang melihat tukik bersama ibunya
“Selain bisa menikmati pantai kami juga bisa mengenal lebih dekat tentang hewan penyu ini, anak saya Aeya juga senang katanya ‘unyu-unyu,” katanya.

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »

Terima Kasih telah mampir di www.trenggalekkita.com, silakan untuk menuliskan komentar pada kolom di bawah ini. Penulisan komentar tidak boleh mengandung kata-kata kotor, SARA serta berbau pornografi. Kami juga tidak mengzinkan pencantuman link. EmoticonEmoticon