Geliat Petani Jahe Merah Trenggalek Tembus Perusahaan Farmasi

Trenggalek - Kecamatan Pule merupakan sentra penghasil rempah-rempah di Kabupaten Trenggalek. Salah satu produksinya, jahe merah kini mampu menembus perusahaan farmasi herbal berskala nasional. 


Produksi jahe merah tersebut dikembangkan sekitar 50 petani dari Desa Pule, Pakel dan Jombok yang tergabung dalam Badan Usaha Milik Desa Bersama (Bumdesma) Sari Bumi. 

Ketua Bumdesma Sari Bumi, Hari Subiyanto mengatakan, saat ini dalam satu bulan pihaknya mampu memproduksi tiga ton jahe kering dan siap dipasok ke pabrik farmasi. 

"Kalau cuaca normal itu dalam dua hari sekali panen sekitar 1,6 ton jahe merah basah dan hasilnya dua kwintal kering. Jadi kalau satu bulan ya sekitar tiga ton," kata Hari Subiyanto, Kamis (11/8/2022). 

Menurutnya untuk menembus perusahaan farmasi, membutuhkan proses yang panjang, karena jahe produksinya harus memiliki kualitas terbaik dan lolos kualifikasi yang telah ditetapkan oleh pabrik. 

"Proses tanam hingga pengeringan itu diawasi dan didampingi oleh perwakilan dari perusahaan. Kami hadus menerapkan SOP yang telah ditentukan, sehingga hasilnya benar-benar berkualitas," ujarnya. 

Menurutnya sebelum menjalin kemitraan dengan perusahaan, Bumdesma Sari Bumi sempat memproduksi beraneka macam rempah-rempah. Namun produksinya kala itu tidak mampu memberikan hasil memuaskan bagi para petani, sebab harga jualnya fluktuatif dan sering dipermainkan oleh tengkulak. 

"Kemudian seiring berjalannya waktu akhirnya kami bertemu dengan perusahaan ini dan melakukan kerja sama melalui sistem kemitraan," imbuhnya. 

Melalui pendampingan yang dilakukan secara kontinyu, produksi jahe dari para petani mengalami peningkatan yang signifikan. Jika sebelumnya satu kilogram bibit jahe merah menghasilkan 7 kilogram, saat ini bisa maksimal hingga 13 kilogram. 

"Karena perlakuan berbeda, kalau yang dulu ya asal menanam saja," kata Hari. 

Melalui program kemitraan, pihkanya saat memiliki pangsa pasar yang jelas. Seluruh produksinya yang telah lolos kualifikasi mampu diserap oleh pabrik. 

"Kalau dulu, kami ini seperti sungai yang tidak ada muaranya. Sekarang sudah jelas," imbuhnya. 

Selain itu stabilitas harga jual petani terjamin. Jika saat ini di pasaran harga jahe merah hanya Rp 2.500/kg, harga jahe merah basah dari para petani yang tergabung dalam bumdesma diserap dengan harga Rp 7.000/kg. 

"Kemudian jahe kering kami pasok ke pabrik dengan harga Rp 80 ribu/kg. Harga basah dan kering terpaut jauh, karena 1,6 ton itu keringnya jadi dua kwintal saja," imbuhnya. 

Dengan jaminan stabilitas harga dan pangsa pasar yang jelas, para petani di desanya bisa mendapatkan penghasilan yang lebih pasti. 

"Jahe merah itu masa tanamnya selama 10 bulan, kalau pengolahan lahan dan pemupukan dasarnya telat, hasilnya akan maksimal," imbuh Hari. 

Sementara itu perwakilan PT Bintang Toedjoe, Lidya Wardaya, mengatakan kemitraan dan pendampingan tersebut sengaja dilakukan oleh perusahaan agar kualitas produksi jahe merah lebih baik dan sesuai kualifikasi. 

Pihaknya mengaku, masih banyak petani yang mengolah lahan secara konvensional, sehingga hasil produksinya kurang maksimal. "Dasar kami melakukan kemitraan ini adalah untuk mendukung peningkatan kesejahteraan petani,"   kata Lidya. 

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »

Terima Kasih telah mampir di www.trenggalekkita.com, silakan untuk menuliskan komentar pada kolom di bawah ini. Penulisan komentar tidak boleh mengandung kata-kata kotor, SARA serta berbau pornografi. Kami juga tidak mengzinkan pencantuman link. EmoticonEmoticon