SISTEM PENGELOLAAN KEUANGAN TRENGGALEK MASIH LEMAH

Trenggalek, 17/4 - Tim peneliti Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Jawa Timur menemukan sejumlah indikator kelemahan dalam sistem pengelolaan keuangan dan anggaran publik di Kabupaten Trenggalek.

Ketua Tim Peneliti Unair, Wasilaturrahma, Kamis mengatakan, sejumlah kelemahan tersebut dapat terlihat dari hasil penelitian yang dilakukan bersama Yayasan Bakti Makasar dan Australia-Indonesia Partnership for Decentralization (AIPD) terhadap pengelolaan keuangan selama tahun anggaran 2007 hingga 2011.

"Penelitian ini kami lakukan secara menyeluruh, mulai dari proses penganggaran sampai dengan belanja daerah. Untuk hasilnya ada yang sudah bagus, namun demikian masih banyak yang dibawah rata-rata," katanya.

Salah satunya skor yang masih relatif rendah yakni proses perencanaan dan penganggaran, dalam hal ini, nilai yang diperoleh Pemkab Trenggalek hanya 56,25 persen, karena skor capaiannya masih berada pada angka sembilan, dari skor ideal 16.

"Artinya untuk proses ini perlu ditingkatkan, sedangkan untuk target penyusunan anggaran yang layak dan berdasar proses penyusunan anggaran yang realistis, skornya tiga dari skor ideal lima, atau sekitar 60 persen," ujarnya.

Sementara itu untuk kerangka peraturan daerah mengenai transparansi dan partisipasi masyarakat hanya mencapai 33,33 persen. Hal ini mengindikasikan bahwa dari seluruh indikator yang menyangkut penilaian poin tersebut, dalam proses perencanaan dan penganggaran masih sangat rendah atau hanya sepertiga dari angka ideal.

"Namun ada juga yang baik, salah satunya mengenai pembentukan kerangka peraturan daerah mengenai penegakan hukum dan struktur organisasi yang efsktif telah mencapai skor tertinggi yakni 100 persen," imbuhnya.

Rahma menambahkan, terkait komposisi pendapatan daerah dalam APBD Trenggalek sejak tahun 2007 hingga 2011 masih didominasi oleh dana perimbangan dari pemerintah pusat yang rata-rata diatas Rp600 miliar per tahun. Sedangkan pendapatan asli daerah (PAD) masih relatif rendah yang besarannya kurang dari 10 persen dibanding dana perimbangan.

"Tapi sudah lumayan baik, karena PAD Trenggalek mengalami kenaikan yang cukup signifikan, dari tahun 2007 hingga 2011 itu kenaikannya mencapai dua kali lipat, yang tadinya hanya Rp37 miliar menjadi Rp60 miliar," jelasnya.

Lanjut dia, terkait hal tersebut, tim peneliti Unair merekomendasikan agar pemerintah daerah melakukan inovasi dan memaksimalkan seluruh potensi daerah guna menambah pendapatan asli daerah.

"Trenggalek ini potensinya sangat besar, mulai dari pertanian, pertambangan perkebunan dan lain-lain. Hanya saja memang perlu mendatangkan investor dari luar daerah, kalau mengandalkan dari lokal tidak akan mampu," ujarnya.

Upaya peningkatan PAD tersebut akan berdampak sangat besar terhadap proyeksi pendapatan maupun belanja daerah, terlebih untuk memenuhi anggaran dasar publik dalam bidang kesehatan, pendidikan dan infrastruktur.

Sementara itu dikonfirmasi terpisah, Distric Fasilitator AIPD Trenggalek, Puji Handi berharap, hasil penelitian tersebut dapat membantu pemerintah daerah dalam menentukan kebijakan, utamananya terkait dengan anggaran publik.

"Minimal sesuai dengan SPM (standar pelayanan minimal), kalau SPM saja tidak mampu, berarti pemerintah belum bisa memberikan pelayanan dasar atau yang paling rendah terhadap masyarakat," katanya.

Untuk itu AIPD terus berupaya mendorong Pemkab Trenggalek untuk meningkatkan kualitas sistem pengelolaan keuangan daerah melalui berbagai program pembinaan, mulai dari jajaran paling bawah hingga level kepala dinas.

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »

Terima Kasih telah mampir di www.trenggalekkita.com, silakan untuk menuliskan komentar pada kolom di bawah ini. Penulisan komentar tidak boleh mengandung kata-kata kotor, SARA serta berbau pornografi. Kami juga tidak mengzinkan pencantuman link. EmoticonEmoticon